Lebak, sorotbanten.com – Kecemasan menghantui sejumlah siswa, guru, dan warga di Kecamatan Cimarga, Desa Tambak, yang hendak menuju Kecamatan Sajira, Desa Mekarsari, Kabupaten Lebak. Setiap kali berangkat ke sekolah, mereka terpaksa mempertaruhkan nyawa dengan menyeberangi Sungai Ciberang menggunakan rakit bambu yang sudah lapuk. Kedalaman sungai diperkirakan mencapai 200 meter dengan jarak tempuh sekitar 1.000 meter.
Tindakan berbahaya ini menjadi pilihan terakhir lantaran tidak adanya lagi akses pintas yang lebih dekat. Jika harus memutar melalui Kota Rangkasbitung, jarak tempuh akan berkali-kali lipat dan memakan banyak waktu.
“Ya, rasa khawatir dan cemas selalu ada sepanjang penyeberangan Kali Ciberang yang terasa seperti laut, Apalagi saya tidak bisa berenang, Ngeri, tapi bagaimana lagi kalau harus memutar Kota Rangkasbitung, pasti akan terlambat ke sekolah,” keluhnya. ungkap Adah, S.Pd., seorang guru SDN 2 Pajagan. Senin (28/4/2025).
Senada dengan itu, seorang siswi sebut saja Fitri, menuturkan, “Benar, Kak, kami juga takut sekolah. Kadang kesiangan, kadang rakitnya tidak menentu, sebentar di seberang sini, sebentar di seberang situ. Kadang harus menunggu, jadi sering kami terlambat masuk sekolah karena keadaannya repot.” Ucapnya.
Kondisi sulit ini merupakan dampak dari banjir bandang yang terjadi lima tahun lalu. Bencana tersebut menyebabkan akses antara dua kecamatan, Cimarga dan Sajira, terputus dan sangat menyulitkan. Tanpa adanya jalur alternatif lain dengan jarak tempuh yang memadai, warga setempat berinisiatif membuat rakit dari anyaman bambu. Rakit tersebut menggunakan mesin pendorong rakitan yang seringkali mogok di tengah sungai.
Warga berharap Pemerintah dapat tergerak hatinya untuk memfasilitasi dan mendorong pembuatan solusi penyeberangan yang layak dan aman bagi mereka.
(ds ar)
