Lebak, sorotbanten.com – Kasus yang terjadi di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten menuai perhatian publik. Seorang kepala sekolah dikabarkan menempeleng siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Tindakan itu disebut sebagai bentuk kekesalan spontan terhadap murid yang dianggap melanggar disiplin, namun berujung kontroversial setelah orang tua siswa melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib.
Ketua Umum DPP Badak Banten Perjuangan, H. Eli Sahroni, atau yang akrab disapa King Badak, menilai kedua pihak, baik kepala sekolah maupun orang tua siswa, telah mengambil langkah yang kurang tepat dalam menyikapi situasi tersebut.
“Tindakan kepala sekolah menempeleng murid yang kedapatan merokok dapat dianggap sebagai tindakan yang kontroversial. Meskipun niatnya mungkin untuk mendisiplinkan, namun tindakan fisik seperti itu bisa berdampak negatif pada anak, baik secara fisik maupun psikologis,” ujar King Badak, Selasa (14/10/2025).
Ia mengingatkan bahwa dalam dunia pendidikan Indonesia, kekerasan fisik terhadap siswa dilarang secara tegas sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Peraturan tersebut menekankan pendekatan yang humanis, edukatif, dan non-kekerasan dalam menangani pelanggaran disiplin.
“Guru seharusnya menggunakan metode yang positif dan konstruktif seperti diskusi, konseling, dan memberi teladan yang baik agar siswa memahami nilai-nilai moral tanpa mengalami trauma,” tambahnya.
Namun di sisi lain, King Badak juga menilai bahwa langkah orang tua yang langsung melaporkan guru ke polisi bukanlah pilihan terbaik pada tahap awal. Menurutnya, komunikasi dan mediasi seharusnya menjadi langkah pertama untuk mencari titik temu antara sekolah dan keluarga.
“Melapor ke polisi sebaiknya jadi langkah terakhir, bila memang ada bukti kekerasan serius dan pihak sekolah tidak menanggapi masalah tersebut. Tidak baik juga main lapor ke polisi, karena hal itu bisa memperkeruh hubungan antara orang tua, guru, dan pihak sekolah,” jelasnya.
Ia menyarankan agar orang tua murid terlebih dahulu:
1. Menghubungi pihak sekolah untuk klarifikasi.
2. Mengajukan komplain resmi jika merasa dirugikan.
3. Meminta mediasi dari dinas pendidikan atau lembaga berwenang sebelum menempuh jalur hukum.
King Badak menegaskan pentingnya musyawarah dan pendekatan restoratif justice sebagai solusi terbaik dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
“Kedua belah pihak sebaiknya duduk bersama mencari solusi yang terbaik. Restorative justice adalah cara paling tepat agar masalah ini tidak berlarut dan tidak menimbulkan luka sosial di lingkungan pendidikan,” tutupnya.
ds ar













